BEKASI - Sosok perempuan tangguh, Kurniatullah Yudaningtyas (58) selaku eks sekretaris yang mengawali Pengurus Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS) awal berdiri Center Point di tower A dan B yang tidak menerima honor/gaji sama Sekali, yang kini telah berganti nama menjadi Apartemen Grand Center Point Margajaya, Bekasi Selatan Kota Bekasi.
Sosok inilah yang akan membongkar kebobrokan oknum manajemen di tubuh P3SRS, dalam Perkara Nomor : 756/Pid.sus/2021/PN Bks. Sidang Ke-20 merupakan sidang lanjutan terkait vonis (putusan hakim) yang menyita perhatian karena sedikit unik, pasalnya hingga sudah ke empat (4) kali sidang selalu diundur. Kinerja dan kemungkinan obyektifitas seorang hakim patut dipertanyakan.
Saat persidangan pertama tidak dihadiri terdakwa, sidang kedua alasan terdakwa Sakit, sedangkan ketiga Hakim justru yang beralasan sakit dan hingga saat memasuki sidang putusan keempat hakim beralasan berbarengan agenda persiapan umroh.
Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi dijadwalkan ketok palu vonis terkait kasus antara oknum pengelola P3SRS dan penghuni apartemen grand Center Point, dalam persidangan yang digelar diruang sidang Sari II, PN Kota Bekasi.
Sidang yang dijadwalkan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB di Lantai dua tersebut ternyata vonis kembali mengalami penundaan. Adapun alasan tunda vonis yang disampaikan bahwa hakim ketua sedang menjalankan persiapan ibadah umroh ke tanah suci.
Menurut Kurniatullah Yudaningtyas penghuni apartemen Grand Center Point sebagai pelapor/korban dibuat kecewa. "Sudah empat kali vonis terhadap terdakwa (ZH) ditunda, dengan hakim Sofia yang mulia ini," ujarnya ketus saat meninggalkan ruang sidang pada, Selasa (24/05/2022) siang.
Menurutnya, bahwa alasan yang digunakan selama ini adalah berhubungan dengan terdakwa dan sang hakim.
"Penundaan vonis pertama adalah ketika terdakwa sakit, kedua terdakwa belum siap, ketiga ketua hakim sakit dan keempat (hari ini, Selasa 24 Mei) ketua Hakim melakukan pelaksanaan umroh, jadi sudah sebanyak empat kali terkait sidang vonis PN Kota Bekasi ditunda," ungkapnya.
Kronologi kasus ini adalah terkait kasus bermuatan pelanggaran norma-norma kesusilaan antara saksi korban yaitu Kurniatullah dengan terdakwa berinisial "ZH". Awalnya mereka berteman sebagai layaknya tetangga di apartemen Grand Center Point. Berangkat dari tindakan tak patut dari koordinator pengelola inisial "ZH" inilah hingga terjadi perbuatan pelanggaran asusila melalui media aplikasi whatapps yang dilakukan "ZH" terhadap Kurnia.
Jalur hukum menjadi solusi atas pelecehan harga diri seorang penghuni apartemen Grand Center yang berstatus ibu rumah tangga baik-baik yang telah dikaruniai dua orang putri remaja tersebut, akhirnya berlanjut ke meja hijau melalui proses hukum dengan perjalanan yang cukup panjang.
Terkait dengan penundaan vonis Pengadilan Negeri (PN) Kota Bekasi ditangggapi oleh advokat (pengacara) Mohamad Rizki, SH, MH dari Law Firm MOHAMAD RIZKI & ASSOCIATES Advocates and Legal Consultants selaku penasehat hukum Kurniatullah.
"Berawal dari penangguhan penahanan terdakwa saudara "ZH" saat di Polres lantas penangguhan saat di Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bekasi hingga di PN Kota Bekasi, semestinya ada rentang waktu penangguhan penahanan terhadap terdakwa," ungkap Rizki.
Vonis ditunda hingga empat kali penundaan, lanjut Lawyer Rizki, bisa berdampak pada etika profesi. "Hakim semestinya obyektif dan adil sebagai wakil Tuhan bagi masyarakat pencari keadilan di Indonesia," pungkas Lawyer Rizki tanggapi kejanggalan yang dialami klien-nya, dalam kasus yang terjadi dan menimpa penghuni apartemen Grand Center Point itu.(*/dok-ist./hms-fwj/bks-red)