Benang kusut korupsi di lingkungan Kementan kian terurai. Agar naik pangkat, SYL disinyalir minta uang ke tiap bawahan yg dibantu orang terdekat. Siapa saja yg bantu dia?
Sesuai dgn regulasi yg tercantum di Permenkeu No. 268/PMK.05/2015, uang operasional tiap menteri sdh ditanggung negara sebesar Rp 120 juta/bulan dgn 80%-nya bahkan dibayarkan di muka/lumpsump.
Tapi hasrat manusia selalu tak puas dgn materi sebanyak apapun & ini juga yg terlihat pada diri Mentan Syahrul Yasin Limpo alias SYL.
Merujuk temuan di gelar perkara KPK pada 13 Jun. lalu & pemeriksaan yg melibatkan 70 orang eselon l-lll, SYL diduga kuat meminta upeti pada semua bawahannya itu yg hendak naik jabatan.
Semua uang komisi itu ia gunakan utk kebutuhan operasional & memperkaya diri juga orang-orang terdekat. Malahan, dari sejumlah keterangan pejabat Kementan, sebagian uang itu ia pakai utk hal yg tak perlu seperti karaoke & menyewa jet pribadi.
Utk melancarkan aksinya, SYL dibantu 4 aktor lain yg punya peran masing-masing. Mereka, antara lain, ialah Kasdi Subagyono yg menjabat Sekjen Kementan.
Peran Kasdi dlm kasus ini sbg koordinator yg mengatur/memerintah 3 orang lainnya utk mencarikan para eselon yg berhasrat promosi jabatan. Kepada Kasdi juga lah uang komisi dikumpulkan, & kemudian diserahkan ke SYL.
Sementara anak buah Kasdi yg mencari eselon itu ialah Imam Mujahidin Fahmid, stafsus Mentan bidang kebijakan pertanian. Namun begitu, bukan Imam sendiri yg mengambil uangnya. Ia memakai tangan Zulkifli, Kabiro Kepegawaian & Organisasi Kementan, sbg "pemetik"-nya.
Imam bukanlah orang asing bagi SYL. Setidaknya ia sdh dekat dgn SYL sblm dia masih menjadi Gubernur Sulsel. Imam bahkan tercatat ikut masuk tim pemenangan SYL sbg juru bicaranya.
Beda halnya dgn Zulkifli, ia merupakan orang bawaan Imam. Mereka berdua sama-sama berasal dari Bima, NTB. Menurut banyak sumber di Kementan, Zulkifli mematok harga Rp 300 juta utk eselon yg mau naik jabatan satu tingkat.
Adapun nama terakhir ialah Muhammad Hatta yg menjabat Direktur Alat & Mesin Pertanian. Tak serupa dgn Imam, Hatta tak menggunakan tangan siapapun alias ia sendiri yg mencari/menawarkan eselon yg ingin promosi.
Lebih rendah dari yg dipatok Imam, Hatta cuma meminta Rp 200 juta utk eselon yg namanya ingin dipromosikan ke SYL. Hatta sendiri masuk Kementan di 2020 lalu, & bersamaan dgn itu pula masalah pupuk muncul.
Di dokumen KPK, Hatta punya kasus sendiri. Ia diduga menyelewengkan pengadaan pupuk bersubsidi & sejumlah pejabat Kementan sdh diperiksa perihal ini.
Kembali ke soal komisi. Dari informasi yg beredar, upeti naik jabatan yg berkisar Rp 250-300 juta utk tiap orang itu tdk dibayarkan langsung, melainkan dgn tempo selama setahun.
Umumnya, utk mendapat uang sebanyak itu para eselon yg bersangkutan, khususnya eselon lll, memalsukan SPPD (Surat Perintah Perjalanan Dinas) yg bahkan dlm sebulan bisa 20x jumlahnya. Mereka juga memotong uang SPPD anak buahnya agar bisa melunasi uang janji upeti itu.
.
.