Oleh: Assoc. Prof. Dr. H. Irmanjaya Thaher, SH, MH
Rektor Universitas Salakanagara & Managing Partner Thaher Syamsul Law Firm
Dalam alinea keempat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, termaktub cita-cita luhur para pendiri bangsa:
> “...melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.”
Tafsir operasional atas teks konstitusi tersebut memerlukan komitmen negara untuk membangun sistem dan kebijakan yang menyentuh langsung hajat hidup rakyat. Artikel ini menawarkan pendekatan strategis berbasis konstitusi dan hukum positif, melalui tiga pilar utama: pendidikan, penegakan hukum, dan pengelolaan sumber daya alam.
1. Pendidikan Gratis dan Bermutu: Fondasi Konstitusional Pembangunan SDM
Pendidikan adalah hak dasar setiap warga negara dan instrumen utama pembangunan peradaban. UUD NRI 1945 telah menegaskan dalam:
Pasal 31 ayat (1): "Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan."
Pasal 31 ayat (2): "Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya."
Ketentuan ini dipertegas melalui Pasal 31 ayat (4) yang menyatakan bahwa negara harus mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD.
Di tingkat undang-undang, UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) menyatakan bahwa:
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, dan keluarga (Pasal 4–6).
Pemerintah wajib menjamin layanan pendidikan yang adil, merata, dan bermutu, termasuk pendidikan menengah (Pasal 11 dan 12).
Oleh karena itu, kebijakan pendidikan gratis hingga SMA secara nasional adalah mandat konstitusi dan amanat undang-undang. Ini bukan beban fiskal, melainkan investasi strategis untuk memperkuat daya saing bangsa dalam menyongsong era global dan revolusi industri.
2. Penegakan Hukum dan Keadilan: Pilar Konstitusi dan Demokrasi
Negara hukum tidak boleh berhenti pada bentuk, melainkan harus hidup dalam praktik. UUD 1945 mengafirmasi hal ini melalui:
Pasal 1 ayat (3): "Negara Indonesia adalah negara hukum."
Pasal 27 ayat (1): "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya."
Prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) menjadi dasar mutlak dalam sistem hukum kita.
Dalam konteks ini, penegakan hukum terhadap kasus korupsi menjadi indikator utama keberpihakan negara terhadap keadilan. Penegakan hukum yang lemah, diskriminatif, atau tebang pilih akan menggerus legitimasi negara dan membahayakan demokrasi.
Undang-undang yang menjadi dasar penegakan hukum khususnya dalam pemberantasan korupsi antara lain:
UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
UU No. 30 Tahun 2002 jo. UU No. 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
Penegakan hukum yang kuat dan tidak pandang bulu bukan sekadar tindakan represif, tetapi juga bentuk perlindungan terhadap hak-hak rakyat dan penegasan bahwa negara hadir untuk semua, bukan hanya untuk elite.
3. Pengelolaan SDA untuk Kesejahteraan: Amanat Ekonomi Konstitusi
Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat besar, namun jika tidak dikelola dengan baik, justru bisa menjadi sumber konflik dan ketimpangan. UUD NRI 1945 telah memberikan arah yang jelas:
Pasal 33 ayat (3):
"Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat."
Pasal ini tidak menempatkan negara sebagai pemilik mutlak, melainkan sebagai pengelola untuk kepentingan rakyat. Dalam tafsir Mahkamah Konstitusi, "dikuasai oleh negara" mencakup fungsi regulasi, pengelolaan, pengawasan, dan pengendalian atas sumber daya yang vital bagi hajat hidup orang banyak.
Sebagai instrumen pelaksana, hadir sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti:
UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba)
UU No. 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Pengelolaan SDA harus dilakukan secara transparan, berkelanjutan, dan berpihak pada rakyat. Negara tidak boleh menyerahkan kekayaan alam kepada korporasi tanpa kontrol dan akuntabilitas. Setiap sen hasil tambang, migas, dan sumber daya lain harus kembali kepada rakyat dalam bentuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, dan kesejahteraan.
Penutup: Menghidupkan Jiwa Konstitusi
Cita-cita konstitusi tidak akan terwujud hanya dengan dokumen dan pidato. Ia membutuhkan kebijakan progresif, sistem yang adil, serta kemauan politik yang kuat melalui :
Pendidikan gratis dan bermutu sebagai investasi SDM,
Penegakan hukum yang netral, tegas, dan anti-korupsi sebagai fondasi keadilan sosial,
Pengelolaan sumber daya alam yang transparan dan berpihak pada rakyat sebagai sumber kesejahteraan,
maka kita telah melaksanakan perintah konstitusi secara substansial. Inilah jalan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara yang benar-benar merdeka, adil, makmur, dan bermartabat di mata dunia.
Inilah cara kita menghormati perjuangan para pendiri bangsa.
Dan inilah jalan menuju negeri yang dicintai Tuhan:
Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur.