Oleh: Assoc Prof. Dr. H. Irmanjaya Thaher, SH, MH
Rektor Universitas Salakanagara
Managing Partner Thaher Syamsul Law Firm
Keterlibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam jabatan-jabatan sipil kerap menjadi sorotan publik, terutama dalam konteks semangat Reformasi 1998 yang menuntut supremasi sipil dan netralitas militer. Namun, dalam perspektif hukum tata negara dan tata kelola pemerintahan modern, perluasan jabatan sipil yang dapat diisi oleh perwira TNI bukanlah sebuah kemunduran, selama dilakukan secara konstitusional, transparan, dan profesional.
Dalam konteks tersebut, mekanisme open bidding (seleksi terbuka) menjadi instrumen utama yang memastikan keterlibatan prajurit TNI tetap sejalan dengan prinsip-prinsip Reformasi dan demokrasi. Perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud dalam skema ini bukanlah sembarang prajurit aktif, melainkan perwira TNI yang telah dipersiapkan secara sistemik melalui pendidikan, pelatihan, dan asesmen profesional untuk menduduki jabatan-jabatan strategis yang bersinggungan dengan kepentingan nasional di luar fungsi tempur.
Dari sudut pandang hukum, tidak ada satu norma pun dalam konstitusi maupun peraturan perundang-undangan yang secara absolut melarang TNI untuk berkontribusi di sektor sipil, selama tidak mengabaikan prinsip subordinasi militer di bawah sipil, serta dilakukan melalui prosedur administratif yang akuntabel. Pasal 47 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2025 tentang TNI menegaskan bahwa TNI dapat mengisi 14 jabatan pada Kementrian/Lembaga tanpa keharusan melepaskan pangkat mundur dari dinas TNI, sementara untuk.K/L dan jabatan politis lainnya harus melepaskan pangkat dan pensiun terlebih dahulu menunjukkan bahwa tidak menutup ruang kontribusi TNI dalam jabatan sipil sepanjang sesuai perintah undang-undang dan kebutuhan strategis nasional.
Dalam kerangka akademik, mekanisme seleksi terbuka bagi perwira TNI untuk jabatan sipil merupakan bentuk integrasi sumber daya manusia berbasis meritokrasi. Tidak semua jabatan sipil harus didominasi oleh unsur sipil, sebagaimana tidak semua jabatan militer diisi oleh militer semata. Yang dibutuhkan adalah kemampuan, integritas, dan kecocokan tugas, dan inilah esensi dari pendekatan berbasis kompetensi yang dianut dalam sistem administrasi negara modern.
Oleh karena itu, perluasan jabatan sipil yang memungkinkan perwira TNI berkompetisi secara terbuka bukan bentuk pelanggaran Reformasi, melainkan bagian dari upaya menyempurnakan Reformasi itu sendiri: memastikan setiap jabatan publik diisi oleh figur terbaik, tanpa diskriminasi asal institusi, tetapi tetap dalam kerangka hukum, tata kelola, dan kontrol sipil yang kuat.
TNI sebagai institusi negara, dan para perwiranya yang telah dipersiapkan untuk tugas-tugas strategis di luar fungsi tempur, adalah aset nasional. Dengan pengaturan hukum yang tepat, pengawasan publik yang terbuka, dan mekanisme seleksi berbasis open bidding, kita tidak hanya menjaga roh Reformasi 1998, tetapi juga membawanya menuju relevansi baru dalam dinamika kebangsaan hari ini.